Pages

Jumat, 17 Januari 2014

KONFLIK SOSIAL

k
onflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Penyebab konflik
a)    Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

b)   Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

c)    Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

d)   Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.

Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 6 macam :
1.    Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
2.    Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3.    Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4.    Konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
5.    Konflik antar atau tidak antar agama
6.    Konflik antar politik.
7.    konflik individu dengan kelompok

Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
Ø  meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
Ø  keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
Ø  perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
Ø  kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
Ø  dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Sumber: http://id.wikipedia.org


Contoh Konflik Sosial dalam Kehidupan

Konflik yang sering yang kita ketahui dalam kehidupan bermasyarakat yaitu adanya perbedaan pendapat dari masing-masing individu. Biasanya terjadi dikarenakan adanya perbedaan pandangan dalam mengatasi sebuah masalah atau hal lainnya. Konflik ini dapat terjadi dimana saja, sehingga diperlukannya sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. Contohnya saat bermusyawarah atau rapat, ketika seseorang akan memberikan pendapat tentang hal yang sedang di bicarakan namun ada seseorang yang lainnya memotong pembicaraan karena tidak sependapat maka disitulah akan terjadi sebuah konflik pribadi yang berujung pada perpecahan antara kedua individu. Lalu contoh lainnya yang sering terjadi adalah adanya perbedaan kedudukan diantara teman-teman sebayanya dilingkungan belajarnya. Banyaknya kelompok-kelompok yang tidak berbaur terhadap yang lain memberikan situasi yang mudah menimbulkan sebuah konflik. Biasanya akan terjadi konflik antar kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Akibat dari adanya konflik itu sendiri, timbul perpecahan antara individu itu sendiri maupun kelompoknya. Sehingga masing-masing individu akan mempunyai rasa tidak suka, rasa curiga, dan rasa benci yang mendalam dan apabila rasa benci tersebut sudah terpendam dalam akan dapat menghilangkan nyawa yang dianggap lawannya.

Konflik ini dapat diatasi dengan cara menegaskan norma-norma sosial yang diperlukan untuk menghormati satu dengan yang lainnya baik antar individu dan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat, Rasa menghargai dan menghormati orang lain, menghargai adanya perbedaan pendapat dan pandangan sehingga tidak akan ada lagi konflik-konflik dalam kehidupan bermasyarakat.

Jumat, 10 Januari 2014

Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat

Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial berasal dari kata atau bahasa latin yaitu “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, startifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyrakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat. Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukan adanya pembedaan dan atau pengelompokkan suatu kelompok sosial secara bertingkat.
Misalnya pada komunitas tersebut, terdapat strata tinggi, sedang, rendah. Pembedaan atau pengelompokkan ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dinilai dan dianggap berharga. Baik berharga dan bernilai secara sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya. Simbol tersebut misalnya yaitu kekayaan, pendidikan, jabatan, ketaat-at beragama, dan pekerjaan.
Dengan kata lain, selama dalam suatu kelompok sosial ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai, dan jika dalam suatu kelompok sosial pasti ada yang dianggap berharga atau bernilai, maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok sosial tersebut.

Secara sosiologis, konsep stratifikasi sosial memang kalah dengan istilah kelas sosial. Dimana pada awalnya kelas sosial menurut Ralf Dahrendorf(1986), dipernalkan pertamakali oleh penguasa romawi kuno. P pada wktu itu,istilah kelas sosial digunakan pada konteks penggolongan pada masyarakat terhadap pembayar pajak. Ketika itu ada dua masyarakat, yaitu golongan kaya dan miskin.

Status Sosial dan Kedudukan

Stratifikasi sosial dengan status sosial berbeda. Yang membedakannya adalah status sosial atau kedudukan sosial merupakan suatu unsur yang membentuk terciptanya stratifikasi sosial, sedangkan stratifikasi sosial adalah pelampiasan sosial yang disusun dari status-status sosial. Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu :
1.    Ascribed-status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feodal (bangsawan, kasta).
2.    Achieved-status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan achieved stastus.

Ada banyak dimensi yang bisa digunakan untuk mendeskripsikan stratifikasi sosial yang ada dalam suatu kelompok sosial (Svalastoga 1989), misalnya:
Dimensi kepemilikan kekayaan (diteorikan Koentjaraningrat), sehingga ada strata wong sugih dan wong cilik. Awalnya dimensi ini digunakan untuk melakukan identifikasi pada masyarakat jawa, maka yang disebut kepemilikan kekayaan akan terfokus pada simbol-simbol eknomi yang lazim dihargai.

Teori Pembentukan Pelapisan Sosial

Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.

Pembagian Kerja

Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja, maka akan terjadi ketergantungan antar individu yang satu dengan yang lain. Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada dan berhasil dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan semakin banyak yang akan diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang amat tidak menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumber daya.

Menurut Bierstedt (1970) pembagian kerja adalah fungsi dari ukuran masyarakat
  1. Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
  2. Menghasilkan ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang berakhir pada stratifikasi sosial.
Konflik Sosial

Konflik sosial di sini dianggap sebagai suatu usaha oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang mendapatkan kekuasaan yang lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.

Hak Kepemilikan

Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial yang terjadi karena kelangkaan pada sumber daya. Maka yang memenangkan konflik sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih lebih dan terjadi kelangkaan pada hak kepemilikan terhadap sumber daya tersebut. Setelah semua akses yang ada mereka dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.

Salah satu contoh dalam lingkungan sekitar kita yaitu, bagi orang yang memiliki lapisan sosial tertinggi dilingkungannya maka orang tersebut akan mendapatkan sesuatu yang istimewa dimasyarakatnya. Seperti dihormati, dilindungi, dihargai, serta memiliki wibawa yang tinggi. Karena mereka memiliki tempat atau derajat yang sangat tinggi, tetapi semua itu kembali lagi kepada individu. Contohnya pada lingkungan dapat dilihat dari adanya ketua Rw, ketua Rt, kemudian masyarakat lingkungan tersebut. Ketua Rw memiliki kedudukan yang tinggi sehingga stratifikasi sosial tertinggi pada lingkungan tersebut akan berada pada ketua Rw, dan masyarakat lingkungan tersebut akan menghormati dan menghargai karena kedudukan tersebut. Begitu pula dengan profesi sebagai aparatur negara contohnya polisi dan TNI, seseorang yang memiliki kekayaan lebih dari sekitarnya, dan yang memiliki pengetahuan tentang agama, maka mereka akan medapatkan stratifikasi atau tingkat kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Karena tentunya mereka akan lebih dihargai dibandingkan dengan masyarakat sekitar dilingkungan tersebut. Dan dapat dilihat pula dengan membandingkannya dengan seseorang yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, pedagang atau yang lebih dianggap memiliki ekonomi yang kurang memadai. Mereka akan mendapatkan stratifikasi rendah. Karena mereka minim mendapatkan penghormatan dari lingkungan sekitarnya. Mereka yang harus menghormati yang lain yang memiliki tingkatan diatas mereka. Misalnya dapat dilihat pada saat diadakannya acara dilingkungan tersebut. Seseorang yang memiliki tingkatan tertinggi hanya akan membicarakan dan merencanakannya. Sedangkan yang rendah-lah yang akan menjalankan acara dan akan mengeluarkan tenaga lebih untuk melakukannya. Sehingga dapat terlihat jelas adanya pembedaan dalam penentuan stratifikasi sosial di masyarakat sekitar. Sehingga kadang menimbulkan konflik antar masyarakat.