Stratifikasi
Sosial
Stratifikasi sosial berasal
dari kata atau bahasa latin yaitu “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak)
yang berarti berlapis-lapis. Dalam sosiologi, startifikasi sosial dapat
diartikan sebagai pembedaan penduduk atau masyrakat kedalam kelas-kelas secara
bertingkat. Stratifikasi sosial adalah sebuah konsep yang menunjukan adanya
pembedaan dan atau pengelompokkan suatu kelompok sosial secara bertingkat.
Misalnya pada komunitas
tersebut, terdapat strata tinggi, sedang, rendah. Pembedaan atau pengelompokkan
ini didasarkan pada adanya suatu simbol-simbol tertentu yang dinilai dan
dianggap berharga. Baik berharga dan bernilai secara sosial, ekonomi, politik,
hukum, budaya maupun dimensi lainnya. Simbol tersebut misalnya yaitu kekayaan,
pendidikan, jabatan, ketaat-at beragama, dan pekerjaan.
Dengan kata lain, selama
dalam suatu kelompok sosial ada sesuatu yang dianggap berharga atau bernilai,
dan jika dalam suatu kelompok sosial pasti ada yang dianggap berharga atau
bernilai, maka selama itu pula akan ada stratifikasi sosial dalam kelompok
sosial tersebut.
Secara sosiologis, konsep
stratifikasi sosial memang kalah dengan istilah kelas sosial. Dimana pada
awalnya kelas sosial menurut Ralf Dahrendorf(1986), dipernalkan pertamakali
oleh penguasa romawi kuno. P pada wktu itu,istilah kelas sosial digunakan pada
konteks penggolongan pada masyarakat terhadap pembayar pajak. Ketika itu ada
dua masyarakat, yaitu golongan kaya dan miskin.
Status
Sosial dan Kedudukan
Stratifikasi sosial dengan
status sosial berbeda. Yang membedakannya adalah status sosial atau kedudukan
sosial merupakan suatu unsur yang membentuk terciptanya stratifikasi sosial,
sedangkan stratifikasi sosial adalah pelampiasan sosial yang disusun dari
status-status sosial. Kedudukan (status) diartikan sebagai tempat atau
posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Kedudukan sosial artinya tempat
seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain, dalam
arti lingkungan pergaulannya, prestise-nya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Masyarakat
pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu :
1. Ascribed-status,
yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Pada umumnya ascribed status
dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya
masyarakat feodal (bangsawan, kasta).
2. Achieved-status,
yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan
masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Kadang-kadang
dibedakan lagi satu macam kedudukan, yaitu Assigned status yang merupakan
kedudukan yang diberikan. Assigned status sering memiliki hubungan erat dengan
achieved stastus.
Ada banyak dimensi yang bisa
digunakan untuk mendeskripsikan stratifikasi sosial yang ada dalam suatu
kelompok sosial (Svalastoga 1989), misalnya:
Dimensi kepemilikan kekayaan
(diteorikan Koentjaraningrat), sehingga ada strata wong sugih dan wong cilik.
Awalnya dimensi ini digunakan untuk melakukan identifikasi pada masyarakat
jawa, maka yang disebut kepemilikan kekayaan akan terfokus pada simbol-simbol
eknomi yang lazim dihargai.
Teori Pembentukan Pelapisan Sosial
Diferensiasi dan ketidaksamaan sosial mempunyai
potensi untuk menimbulkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Diferensiasi
sosial merupakan pengelompokan masyarakat secara horizontal berdasarkan pada
ciri-ciri tertentu. Berbeda dengan ketidaksamaan sosial yang lebih menekankan
pada kemampuan untuk mengakses sumberdaya, diferensiasi lebih menekankan pada
kedudukan dan peranan.
Stratifikasi sosial dapat terjadi sejalan dengan
proses pertumbuhan atau dibentuk secara sengaja dibuat untuk mencapai tujuan
bersama. Seperti apa yang dikemukakan Karl Marx yaitu karena adanya pembagian
kerja dalam masyarakat, konflik sosial, dan hak kepemilikan.
Pembagian Kerja
Jika dalam sebuah masyarakat terdapat pembagian kerja,
maka akan terjadi ketergantungan antar individu yang satu dengan yang lain.
Seorang yang sukses dalam mengumpulkan semua sumber daya yang ada dan berhasil
dalam kedudukannya dalam sebuah masyarakat akan semakin banyak yang akan
diraihnya. Sedangkan yang bernasib buruk berada di posisi yang amat tidak
menguntungkan. Semua itu adalah penyebab terjadinya stratifikasi sosial yang
berawal dari ketidaksamaan dalam kekuasaan dalam mengakses sumber daya.
Menurut Bierstedt (1970) pembagian kerja adalah fungsi
dari ukuran masyarakat
- Merupakan syarat perlu terbentuknya kelas.
- Menghasilkan
ragam posisi dan peranan yang membawa pada ketidaksamaan sosial yang
berakhir pada stratifikasi sosial.
Konflik
Sosial
Konflik sosial di sini dianggap sebagai suatu usaha
oleh pelaku-pelaku untuk memperebutkan sesuatu yang dianggap langka dan
berharga dalam masyarakat. Pemenangnya adalah yang mendapatkan kekuasaan yang
lebih dibanding yang lain. Dari sinilah stratifikasi sosial lahir. Hal ini
terjadi karena terdapat perbedaan dalam pengaksesan suatu kekuasaan.
Hak Kepemilikan
Hak kepemilikan adalah lanjutan dari konflik sosial
yang terjadi karena kelangkaan pada sumber daya. Maka yang memenangkan konflik
sosial akan mendapat akses dan kontrol lebih lebih dan terjadi kelangkaan pada hak
kepemilikan terhadap sumber daya tersebut. Setelah semua akses yang ada mereka
dapatkan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan hidup (life change) dari yang
lain. Lalu, mereka akan memiliki gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang
lain serta menunjukannya dalam simbol-simbol sosial tertentu.
Salah satu contoh dalam
lingkungan sekitar kita yaitu, bagi orang yang memiliki lapisan sosial
tertinggi dilingkungannya maka orang tersebut akan mendapatkan sesuatu yang
istimewa dimasyarakatnya. Seperti dihormati, dilindungi, dihargai, serta
memiliki wibawa yang tinggi. Karena mereka memiliki tempat atau derajat yang
sangat tinggi, tetapi semua itu kembali lagi kepada individu. Contohnya pada
lingkungan dapat dilihat dari adanya ketua Rw, ketua Rt, kemudian masyarakat
lingkungan tersebut. Ketua Rw memiliki kedudukan yang tinggi sehingga
stratifikasi sosial tertinggi pada lingkungan tersebut akan berada pada ketua
Rw, dan masyarakat lingkungan tersebut akan menghormati dan menghargai karena
kedudukan tersebut. Begitu pula dengan profesi sebagai aparatur negara
contohnya polisi dan TNI, seseorang yang memiliki kekayaan lebih dari
sekitarnya, dan yang memiliki pengetahuan tentang agama, maka mereka akan
medapatkan stratifikasi atau tingkat kedudukan yang tinggi dalam masyarakat.
Karena tentunya mereka akan lebih dihargai dibandingkan dengan masyarakat
sekitar dilingkungan tersebut. Dan dapat dilihat pula dengan membandingkannya
dengan seseorang yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, pedagang atau
yang lebih dianggap memiliki ekonomi yang kurang memadai. Mereka akan
mendapatkan stratifikasi rendah. Karena mereka minim mendapatkan penghormatan
dari lingkungan sekitarnya. Mereka yang harus menghormati yang lain yang
memiliki tingkatan diatas mereka. Misalnya dapat dilihat pada saat diadakannya
acara dilingkungan tersebut. Seseorang yang memiliki tingkatan tertinggi hanya
akan membicarakan dan merencanakannya. Sedangkan yang rendah-lah yang akan
menjalankan acara dan akan mengeluarkan tenaga lebih untuk melakukannya.
Sehingga dapat terlihat jelas adanya pembedaan dalam penentuan stratifikasi
sosial di masyarakat sekitar. Sehingga kadang menimbulkan konflik antar
masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar